Kamis, 29 Januari 2009

PEREMPUAN YANG DICINTAI SUAMIKU

Kehidupan pernikahan kami awalnya baik2 saja menurutku. Meskipun menjelang 
pernikahan selalu terjadi konflik, tapi setelah menikah Mario tampak baik 
dan lebih menuruti apa mauku. 

Kami tidak pernah bertengkar hebat, kalau marah dia cenderung diam dan 
pergi kekantornya bekerja sampai subuh, baru pulang kerumah, mandi, 
kemudian mengantar anak kami sekolah. Tidurnya sangat sedikit, makannya pun 
sedikit. Aku pikir dia workaholic. 

Dia menciumku maksimal 2x sehari, pagi menjelang kerja, dan saat dia pulang 
kerja, itupun kalau aku masih bangun. Karena waktu pacaran dia tidak pernah 
romantis, aku pikir, memang dia tidak romantis, dan tidak memerlukan hal2 
seperti itu sebagai ungkapan sayang. 

Kami jarang ngobrol sampai malam, kami jarang pergi nonton berdua, bahkan 
makan berdua di luarpun hampir tidak pernah. Kalau kami makan di meja makan 
berdua, kami asyik sendiri dengan sendok garpu kami, bukan obrolan yang 
terdengar, hanya denting piring yang beradu dengan sendok garpu. 

Kalau hari libur, dia lebih sering hanya tiduran di kamar, atau main dengan 
anak2 kami, dia jarang sekali tertawa lepas. Karena dia sangat pendiam, aku 
menyangka dia memang tidak suka tertawa lepas. 

Aku mengira rumah tangga kami baik2 saja selama 8 tahun pernikahan kami. 
Sampai suatu ketika, di suatu hari yang terik, saat itu suamiku tergolek 
sakit di rumah sakit, karena jarang makan, dan sering jajan di kantornya, 
dibanding makan di rumah, dia kena typhoid, dan harus dirawat di RS, karena 
sampai terjadi perforasi di ususnya. Pada saat dia masih di ICU, seorang 
perempuan datang menjenguknya. Dia memperkenalkan diri, bernama Meisha, 
temannya Mario saat dulu kuliah. 

Meisha tidak secantik aku, dia begitu sederhana, tapi aku tidak pernah 
melihat mata yang begitu cantik seperti yang dia miliki. Matanya bersinar 
indah, penuh kehangatan dan penuh cinta, ketika dia berbicara, seakan2 
waktu berhenti berputar dan terpana dengan kalimat2nya yang ringan dan 
penuh pesona. Setiap orang, laki2 maupun perempuan bahkan mungkin serangga 
yang lewat, akan jatuh cinta begitu mendengar dia bercerita. 

Meisha tidak pernah kenal dekat dengan Mario selama mereka kuliah dulu, 
Meisha bercerita Mario sangat pendiam, sehingga jarang punya teman yang 
akrab. 5 bulan lalu mereka bertemu, karena ada pekerjaan kantor mereka yang 
mempertemukan mereka. Meisha yang bekerja di advertising akhirnya bertemu 
dengan Mario yang sedang membuat iklan untuk perusahaan tempatnya 
bekerja. 

Aku mulai mengingat2 5 bulan lalu ada perubahan yang cukup drastis pada 
Mario, setiap mau pergi kerja, dia tersenyum manis padaku, dan dalam sehari 
bisa menciumku lebih dari 3x. Dia membelikan aku parfum baru, dan mulai 
sering tertawa lepas. Tapi di saat lain, dia sering termenung di depan 
komputernya. Atau termenung memegang Hp-nya. Kalau aku tanya, dia bilang, 
ada pekerjaan yang membingungkan. 

Suatu saat Meisha pernah datang pada saat Mario sakit dan masih dirawat di 
RS. Aku sedang memegang sepiring nasi beserta lauknya dengan wajah kesal, 
karena Mario tidak juga mau aku suapi. Meisha masuk kamar, dan menyapa 
dengan suara riangnya, 

"Hai Rima, kenapa dengan anak sulungmu yang nomor satu ini? Tidak mau makan 
juga? Uhh… dasar anak nakal, sini piringnya," lalu dia terus mengajak Mario 
bercerita sambil menyuapi Mario, tiba2 saja sepiring nasi itu sudah habis 
ditangannya. Dan….aku tidak pernah melihat tatapan penuh cinta yang 
terpancar dari mata suamiku, seperti siang itu, tidak pernah seumur hidupku 
yang aku lalui bersamanya, tidak pernah sedetikpun! 

Hatiku terasa sakit, lebih sakit dari ketika dia membalikkan tubuhnya 
membelakangi aku saat aku memeluknya dan berharap dia mencumbuku. Lebih 
sakit dari rasa sakit setelah operasi caesar ketika aku melahirkan anaknya. 
Lebih sakit dari rasa sakit, ketika dia tidak mau memakan masakan yang aku 
buat dengan susah payah. Lebih sakit daripada sakit ketika dia tidak pulang 
ke rumah saat ulang tahun perkawinan kami kemarin. Lebih sakit dari rasa 
sakit ketika dia lebih suka mencumbu komputernya dibanding aku. 

Tapi aku tidak pernah bisa marah setiap melihat perempuan itu. Meisha 
begitu manis, dia bisa hadir tiba2, membawakan donat buat anak2, dan 
membawakan ekrol kesukaanku. Dia mengajakku jalan2, kadang mengajakku 
nonton. kali lain, dia datang bersama suami dan ke-2 anaknya yang lucu2. 

Aku tidak pernah bertanya, apakah suamiku mencintai perempuan berhati 
bidadari itu? Karena tanpa bertanya pun aku sudah tahu, apa yang bergejolak 
di hatinya. 

Suatu sore, mendung begitu menyelimuti Jakarta, aku tidak pernah menyangka, 
hatiku pun akan mendung, bahkan gerimis kemudian. 

Anak sulungku, seorang anak perempuan cantik berusia 7 tahun, rambutnya 
keriting ikal dan cerdasnya sama seperti ayahnya. Dia berhasil membuka 
password email Papanya, dan memanggilku, "Mama, mau lihat surat papa buat 
tante Meisha?" 

Aku tertegun memandangnya, dan membaca surat elektronik itu, 


Dear Meisha, 

Kehadiranmu bagai beribu bintang gemerlap yang mengisi seluruh relung 
hatiku, aku tidak pernah merasakan jatuh cinta seperti ini, bahkan pada 
Rima. Aku mencintai Rima karena kondisi yang mengharuskan aku mencintainya, 
karena dia ibu dari anak2ku. 

Ketika aku menikahinya, aku tetap tidak tahu apakah aku sungguh2 
mencintainya. Tidak ada perasaan bergetar seperti ketika aku memandangmu, 
tidak ada perasaan rindu yang tidak pernah padam ketika aku tidak 
menjumpainya. Aku hanya tidak ingin menyakiti perasaannya. Ketika konflik2 
terjadi saat kami pacaran dulu, aku sebenarnya kecewa, tapi aku tidak 
sanggup mengatakan padanya bahwa dia bukanlah perempuan yang aku cari untuk 
mengisi kekosongan hatiku. Hatiku tetap terasa hampa, meskipun aku 
menikahinya. 

Aku tidak tahu, bagaimana caranya menumbuhkan cinta untuknya, seperti 
ketika cinta untukmu tumbuh secara alami, seperti pohon2 beringin yang 
tumbuh kokoh tanpa pernah mendapat siraman dari pemiliknya. Seperti 
pepohonan di hutan2 belantara yang tidak pernah minta disirami, namun 
tumbuh dengan lebat secara alami. Itu yang aku rasakan. 

Aku tidak akan pernah bisa memilikimu, karena kau sudah menjadi milik orang 
lain dan aku adalah laki2 yang sangat memegang komitmen pernikahan kami. 
Meskipun hatiku terasa hampa, itu tidaklah mengapa, asal aku bisa melihat 
Rima bahagia dan tertawa, dia bisa mendapatkan segala yang dia inginkan 
selama aku mampu. Dia boleh mendapatkan seluruh hartaku dan tubuhku, tapi 
tidak jiwaku dan cintaku, yang hanya aku berikan untukmu. Meskipun ada 
tembok yang menghalangi kita, aku hanya berharap bahwa engkau mengerti, you 
are the only one in my heart. 

Yours, 
Mario 


Mataku terasa panas. Jelita, anak sulungku memelukku erat. Meskipun baru 
berusia 7 tahun, dia adalah malaikat jelitaku yang sangat mengerti dan 
menyayangiku. 

Suamiku tidak pernah mencintaiku. Dia tidak pernah bahagia bersamaku. Dia 
mencintai perempuan lain. 

Aku mengumpulkan kekuatanku. Sejak itu, aku menulis surat hampir setiap 
hari untuk suamiku. Surat itu aku simpan di amplop, dan aku letakkan di 
lemari bajuku, tidak pernah aku berikan untuknya. 

Mobil yang dia berikan untukku aku kembalikan padanya. Aku mengumpulkan 
tabunganku yang kusimpan dari sisa2 uang belanja, lalu aku belikan motor 
untuk mengantar dan menjemput anak2ku. Mario merasa heran, karena aku tidak 
pernah lagi bermanja dan minta dibelikan bermacam2 merek tas dan baju. Aku 
terpuruk dalam kehancuranku. Ternyata dia memang tidak pernah menginginkan 
aku menjadi istrinya. 

Betapa tidak berharganya aku. Tidakkah dia tahu, bahwa aku juga seorang 
perempuan yang berhak mendapatkan kasih sayang dari suaminya? Kenapa dia 
tidak mengatakan saja, bahwa dia tidak mencintai aku dan tidak menginginkan 
aku? Itu lebih aku hargai daripada dia cuma diam dan mengangguk dan 
melamarku lalu menikahiku. Betapa malangnya nasibku! 

Mario terus menerus sakit2an, dan aku tetap merawatnya dengan setia. 
Biarlah dia mencintai perempuan itu terus di dalam hatinya. Dengan pura2 
tidak tahu, aku sudah membuatnya bahagia dengan mencintai perempuan itu. 
Kebahagiaan Mario adalah kebahagiaanku juga, karena aku akan selalu 
mencintainya. 

********** 

Setahun kemudian… 

Meisha membuka amplop surat2 itu dengan air mata berlinang. Tanah pemakaman 
itu masih basah merah dan masih dipenuhi bunga. 


Mario, suamiku…. 

Aku tidak pernah menyangka pertemuan kita saat aku pertama kali bekerja di 
kantormu, akan membawaku pada cinta sejatiku. Aku begitu terpesona padamu 
yang pendiam dan tampak dingin. Betapa senangnya aku ketika aku tidak 
bertepuk sebelah tangan. Aku mencintaimu, dan begitu posesif ingin 
memilikimu seutuhnya. Aku sering marah, ketika kamu asyik bekerja, dan 
tidak memperdulikan aku. Aku merasa di atas angin, ketika kamu hanya diam 
dan menuruti keinginanku… Aku pikir, aku si puteri cantik yang diinginkan 
banyak pria, telah memenuhi ruang hatimu dan kamu terlalu mencintaiku 
sehingga mau melakukan apa saja untukku….. 

Ternyata aku keliru…. aku menyadarinya tepat sehari setelah pernikahan 
kita. Ketika aku membanting hadiah jam tangan dari seorang teman kantor 
dulu yang aku tahu sebenarnya menyukai Mario. 

Aku melihat matamu begitu terluka, ketika berkata, "Kenapa, Rima? Kenapa 
kamu mesti cemburu? Dia sudah menikah, dan aku sudah memilihmu menjadi 
istriku." 

Aku tidak perduli,dan berlalu dari hadapanmu dengan sombongnya. 

Sekarang aku menyesal, memintamu melamarku. Engkau tidak pernah bahagia 
bersamaku. Aku adalah hal terburuk dalam kehidupan cintamu. Aku bukanlah 
wanita yang sempurna yang engkau inginkan. 

Istrimu, 
Rima 


Di surat yang lain, 

"………Kehadiran perempuan itu membuatmu berubah, engkau tidak lagi sedingin 
es. Engkau mulai terasa hangat, namun tetap saja aku tidak pernah melihat 
cahaya cinta dari matamu untukku, seperti aku melihat cahaya yang penuh 
cinta itu berpendar dari ke dua bola matamu saat memandang Meisha……" 

Di surat yang kesekian, 

"…….Aku bersumpah, akan membuatmu jatuh cinta padaku. 

Aku telah berubah, Mario. Engkau lihat kan, aku tidak lagi marah2 padamu, 
aku tidak lagi suka membanting2 barang dan berteriak jika emosi. Aku 
belajar masak, dan selalu kubuatkan masakan yang engkau sukai. Aku tidak 
lagi boros, dan selalau menabung. Aku tidak lagi suka bertengkar dengan 
ibumu. Aku selalu tersenyum menyambutmu pulang ke rumah. Dan aku selalu 
meneleponmu, untuk menanyakan sudahkah kekasih hatiku makan siang ini? Aku 
merawatmu jika engkau sakit, aku tidak kesal saat engkau tidak mau aku 
suapi, aku menungguimu sampai tertidur di samping tempat tidurmu, di rumah 
sakit saat engkau dirawat, karena penyakit pencernaanmu yang selalu 
bermasalah……. 

Meskipun belum terbit juga, sinar cinta itu dari matamu, aku akan tetap 
berusaha dan menantinya…….." 

Meisha menghapus air mata yang terus mengalir dari kedua mata indahnya… 
dipeluknya Jelita yang tersedu-sedu di sampingnya. 

Di surat terakhir, pagi ini… 

"…………..Hari ini adalah hari ulang tahun pernikahan kami yang ke-9. Tahun 
lalu engkau tidak pulang kerumah, tapi tahun ini aku akan memaksamu pulang, 
karena hari ini aku akan masak, masakan yang paling enak sedunia. Kemarin 
aku belajar membuatnya di rumah Bude Tati, sampai kehujanan dan basah 
kuyup, karena waktu pulang hujannya deras sekali, dan aku hanya mengendarai 
motor. 

Saat aku tiba di rumah kemarin malam, aku melihat sinar kekhawatiran di 
matamu. Engkau memelukku, dan menyuruhku segera ganti baju supaya tidak 
sakit. 

Tahukah engkau suamiku, 

Selama hampir 15 tahun aku mengenalmu, 6 tahun kita pacaran, dan hampir 9 
tahun kita menikah, baru kali ini aku melihat sinar kekhawatiran itu dari 
matamu, inikah tanda2 cinta mulai bersemi di hatimu ?………" 


Jelita menatap Meisha, dan bercerita, 

"Siang itu Mama menjemputku dengan motornya, dari jauh aku melihat 
keceriaan di wajah mama, dia terus melambai-lambaikan tangannya kepadaku. 
Aku tidak pernah melihat wajah yang sangat bersinar dari mama seperti siang 
itu, dia begitu cantik. Meskipun dulu sering marah2 kepadaku, tapi aku 
selalu menyayanginya. Mama memarkir motornya di seberang jalan, Ketika mama 
menyeberang jalan, tiba2 mobil itu lewat dari tikungan dengan kecepatan 
tinggi…… aku tidak sanggup melihatnya terlontar, Tante….. aku melihatnya 
masih memandangku sebelum dia tidak lagi bergerak……" Jelita memeluk Meisha
dan terisak-isak. Bocah cantik ini masih terlalu kecil untuk merasakan 
sakit di hatinya, tapi dia sangat dewasa. 

Meisha mengeluarkan selembar kertas yang dia print tadi pagi. Mario 
mengirimkan email lagi kemarin malam, dan tadinya aku ingin Rima 
membacanya. 


Dear Meisha, 

Selama setahun ini aku mulai merasakan Rima berbeda, dia tidak lagi marah2 
dan selalu berusaha menyenangkan hatiku. Dan tadi, dia pulang dengan tubuh 
basah kuyup karena kehujanan, aku sangat khawatir dan memeluknya. Tiba2 aku 
baru menyadari betapa beruntungnya aku memiliki dia. Hatiku mulai 
bergetar…. Inikah tanda2 aku mulai mencintainya ? 

Aku terus berusaha mencintainya seperti yang engkau sarankan, Meisha. Dan 
besok aku akan memberikan surprise untuknya, aku akan membelikan mobil 
mungil untuknya, supaya dia tidak lagi naik motor kemana-mana. Bukan karena 
dia ibu dari anak2ku, tapi karena dia belahan jiwaku…. 


Meisha menatap Mario yang tampak semakin ringkih, yang masih terduduk di 
samping nisan Rima. Diwajahnya tampak duka yang dalam. Semuanya telah 
terjadi, Mario. Kadang kita baru menyadari mencintai seseorang, ketika 
seseorang itu telah pergi meninggalkan kita. 

Jakarta, 7 Januari 2009 
(dedicated to my friend....may you rest in peace..) 

Tidak ada komentar: