Sabtu, 25 Oktober 2008

kerja maksimal, upah minimal

ada satu ujar-ujar, pernah di ucapkan salah satu presiden amerika, kira-kira sebagai berikut, bahwasanya jangan tanyakan apa yang negara berikan kepadamu, tapi tanyakan apa yang telah kamu berikan kepada negaramu.

sebuah pernyataan yang sangat dalam, yang penulis yakini telah menjadi api lokomotif penggerak idealisme jiwa-jiwa muda tuk berbakti kepada bangsa dan negara. kebetulan saja, penulis seorang pegawai negeri sipil. saat baru pertama kali masuk pegawai, (sudah pasti kawan-kawan yang sesama pe-en-es tahu) penulis disodorkan surat pernyataan bersedia untuk ditempatkan dimana saja diseluruh wilayah negara kesatuan republik indonesia yang kita cintai ini. dari sabang sampai merauke. dari pulau rote sampai pulau weh. dari ibu kota propinsi yang berlimpah cahaya sampai ke pedalaman pelosok yang satu-satunya hiburan adalah nontong bareng di kelurahan.

semua itu adalah konsekuensi dari surat pernyataan yang sebagian besar pasti menandatanganinya dengan terpaksa,( yah dari pada ente gak jadi pegawai, gak dapat kerja kan repot) sembari harap-harap cemas, semoga isi pernyataannya jadi bertambah; bersedia ditempatkan di bla-bla-bla asalkan di jakarta dan seputar pulau jawa saja…………….

karena tanda tangan tadi itulah, penulis akhirnya terdampar di sini, pulau batam. ditambah tawaran untuk berbuat lebih kpd bangsa dengan imbalan yang lebih pula, tidak bisa penulis lewatkan begitu saja. departemen tempat bernaung sedang giat-giatnya melakukan pembenahan internal juga eksternal. dibutuhkan pegawai kapabel, professional dan mau di atur serta mau bertobat dari masa lalu yang kelam untuk mensukseskan program. bukannya sok ataupun narsis, tapi penulis salah satu yang lolos test penyaringan. mungkin tuhan yang maha kuasa mendengar doa dan niat baik penulis untuk bertobat sehingga psikolog universitas indonesia yang menge-tes meloloskan penulis.

akhirnya, karya pun dimulai di batam. sebuah pulau yang entah karena faktor apa, sangat begitu dimanjakan oleh pemerintah. mau tau buktinya, pasar bebas. yah pasar bebas diberikan ke batam  pembebasan bea masuk dan pajak-pajak yang terkait, coy. keren gak?? padahal kita tahu kalau pembebasan pajak adalah grade tertinggi dari fasilitas yang diberikan negara (kaitannya dengan tax de-es-be). sialnya lagi saat penulis hijrah ke london eh maap maksudnya saat hijrah ke batam. status istimewa tersebut tdk lg bebas sebebas-bebasnya. ada empat komoditi yang berdasarkan pp63 thn 2003 sudah harus di bayarkan pajaknya. semisal rokok, mikol, elektronik, kendaraan bermotor. kebayang gak kalo misalnya ente dari kecil di manja ayah bunda kesekolah antar jemput mobil, gede dikit bawa mobil sendiri trus langsung di cut, sekarang jalan kaki atau minimal naik angkot? kira-kira begitulah keadaan batam sekarang. pengusaha-pengusaha yang sudah terlanjur di manjakan dengan segala fasilitas dan kemudahan-kemudahan, diharuskan untuk memenuhi ketentuan2 yang di gariskan kembali dengan tinta yang lebih tebal.

bahkan sialnya lagi dibatam dari segi ke arsipan atawa dokumentasi hampir-hampir tidak di acuhkan. ngapain repot-repot ngurus dokumen lha wong bebas ini, gitu katanya.

padahal bebas tidak berarti bebas tak terkendali. kendalinya yah dari dokumentasi tersebut. emangnya statistik gak penting apa. sekarang pasar bebas diperjuangkan kembali. judulnya free trade zone, malah direncanakan menyeluruh tidak hanya batam. namun bintan dan karimun juga. trus hendak di bentuk dewan kawasan dan badan pengelola kawasan. alasannya sih bagus demi kesejahteraan masyarakat tempatan. tapi coba kita melihat fakta di lapangan. batam surganya para pebisnis. tapi tidak untuk masyarakat non bisnis. harga-harga barang non 4 komoditi disebut diatas sebelumnya , bener-bener mencekik leher. jangan heran bila ente hendak belanja di jodoh atau di nagoya sono, pantengin terus kurs terkini dan jangan lupa sertakan kalkulator di saku! batam dengan pasar bebasnya adalah penipuan terhadap publik, masuk bebas pajak tapi harga tetap selangit. bahkan kalo penulis sinyalir pembentukan ftz hanya akan membuat raja-raja kecil di batam semakin merajalela, mau masukkin sembako aja musti di kuota ama pemerintah setempat. harus minta ijin impor pada pemerintah setempat. iya kalo di kasi kalo gak yah.. cepek dulu hahaha (versi pak ogah).

intinya otonomi ekonomi benar-benar hendak di handle sendiri oleh pemerintah setempat. dengan diusahakan sedikit sekali keterlibatan pusat didalamnya. padahal batam, bintan, karimun, kepulauan riau pada umumnya adalah masih wilayah NKRI. kecuali mau bikin negara sendiri, yo wiss.

nah kaitannya dengan judul kita apa yah??

itu dia, saat pindah ke batam, remunerasi dan tunjangan yang variatif dijanjikan dengan senyum manis oleh bapak-bapak ibu departemen di pusat sono. masalahnya dimana?? sekali lagi penulis mengajak ente-ente sekalian membayangkan, misalnya ente dihadapkan dengan seorang anak kecil manja, yang merengek terus minta di suapin. pdhal ente dititipkan peraturan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi dari yang empunya rumah. jadilah ente bingung sendiri. di gebuk si manja nangis, gak di gebuk ente yang kena sambit hahahaha. belum lagi apa yang dijanjikan sedari awal yakni gaji atawa remunerasi dan tunjangan yang layak sesuai beban kerja tidak ter realisasi. yang ada tinggal perasaan jenuh dan dongkol mengganti idealisme dan jiwa besar. sederhana saja, ente sekali lagi bayangkan, every day is monday. beda antara hari libur dan hari kerja sudah tidak ada lagi. jam kerja sesuai aturan cuman 8 jam kerja sehari 40 jam kerja seminggu, dilabrak tanpa ampun. memang dihitung lembur 15 jam kerja atas kelebihan jam selama seminggu. tapi itupun baru-baru ini saja dibayarkan. dan, ketahuilah wahai bapak-bapak komandan ku diatas, jam kerja kami di batam sangat jauh melebihi jam tersebut. dan sebagian besar kelebihan2 jam tersebut tidak dibayarkan. contoh kecilnya saat bertugas di terminal penumpang,  feri pertama 06.45 pagi, terakhir 22.00. nah hitung sendiri kira-kira berapa jam tuh lebihnya.

jadilah jam-jam extra dobel lembur (kalo boleh disebut demikian) tersebut jam dengan OST (original sound track) bagimu negeri, padamu negeri. alhamdulillah, selama ini semua masih dapat dijalani, tapi akhir-akhir ini tuntutan membenahi batam semakin menjadi-jadi. pressure dari komandan-komandan semakin menggila. kayaknya bukan memberi  arahan atau perlindungan, tapi sudah mengarah ke mencari korban. akhirnya tinggal bisa pasrah menunggu apes. mau bagaimana lagi, remunerasi gak ada , pressure luar biasa. orang melayu bilang cilaka wai…….

benar-benar kerja maksimal upah minimal.

memang jangan pernah tanyakan apa yang telah negara beri padamu, tapi apakah salah saat dirasa kerja telah melebihi batas-batas normal manusia kita meminta imbalan yang setimpal???


safaruddinsamsa

Tidak ada komentar: